ABDURRAHMAN BIN AUF
Dia adalah Abdurrahman bin‘Auf bin Abdu Auf bin Abd bin Al Harts bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah
bin Ka’ab bin Luay. Abdurahman bin ‘Auf termasuk orang yang pertama-tama masuk
Islam bersama ‘Utsman bin Affan, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan
Sa’ad bin Abi Waqqash, dengan sebab dakwah Abu Bakar ra. Dia ikut
merasakan penderitaan akibat penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada
kaum muslimin yang masih lemah.
Pada waktu Nabi saw memerintahkan
sahabat berhjrah ke Habasyah, ia ikut berhijrah ke Habasyah. Kemudian kembali
lagi ke Mekkah. Setelah di Mekkah, penindasan yang dilakukan kaum musyrik tetap
tidak kunjung mereda, Nabi saw pun memerintahkan mereka hijrah kedua kalinya ke
Habasyah, Abdurrahman bin ‘Auf pun hujrah ke Habasyah kedua kalinya. Kemudian
dia berhijrah ke Madinah.
Abdurrahman bin ‘Auf adalah orang yang
sangat sukses di dalam perniagaannya, sehingga dia menjadi orang yang sangat
kaya raya. Allah memberinya keberkahan dalam perniagaannya sehingga dirinyapun
merasa takjub, seraya berkata, “Sungguh kulihat diriku, seandainya aku
mengangkat batu, niscaya ketemukan di bawahnya emas dan parak.”
Ketika Rasulullah saw mempersaudarakan
kaum Muhajirin dan Anshar, maka Abdurrahman bin ‘Auf dipersaudarakan dengan
Sa’ad bin Rabi’, seorang Anshar. Sa’ad berkata kepadanya, “Saudaraku, aku
adalah penduduk Madinah yang kaya, silahkan pilih separuh hartaku dan ambillah!
Dan aku mempunyai dua orang istri, coba perhatikan yang lebih menarik bagimu,
akan kuceraikan dia sehingga engkau bisa memperistrikannya.”
Abdurrahman bin ‘Auf menjawab, “Semoga
Allah memberkahimu, istrimu dan hartamu! Tunjukkan kepadaku pasar agar aku bisa
berniaga.” Tidak begitu lama berdagang, dia memperoleh keuntungan yang besar,
akhirnya diapun menjadi orang yang kaya raya.
Keedermawanan Abdurrahman bin ‘Auf
terhadap hartanya yang melimpah seakan-akan tidak ada yang menyamai. Sebagai
gambaran, Abdurrahman bin ‘Auf pernah membawa kafilah dari Syam yang terdiri
atas 700 ekor onta yang sarat dengan bahan makanan di atasnya, maka dia pun
menyedekahkan kepada penduduk Madinah. Aisyah ra. berkata ketika mendengar hal
tersebut, “Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Kulihat
Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga dengan perlahan-lahan’.
Abdurrahman bin ‘Auf berkata, “Engkau
telah mengingatkanku dengan suatu hadits yang tidak pernah kulupakan…” kemudian
katanya, “Dengan ini aku berharap dengan sangat agar engkau menjadi saksi,
bahwa kafilah ini dengan semua muatannya, berikut kendaraan dan
perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah azza wa jalla”.
Pada suatu hari Abdurrahman bin Auf
menjual tanah seharga 40.000 dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua
untuk Bani Zuhrah, untuk istri-istri Nabi saw dan untuk kaum fakir miskin.
Disedekahkannya pada suatu hari, 500 ekor kuda untuk perlengkapan pearang bala
tentara Islam. Di hari lain dia menyerahkan 1500 ekor kuda juga untuk keperluan
jihad di jalan Allah.
Menjelang wafatnya, dia mewasiyatkan
50.000 dinar untuk sabilillah dan dia mewasiyatkan juga bagi sahabat yang ikut
dalam perang Badar dan masih hidup, masing-masing 400 dinar, hingga ‘Utsman bin
Affan ra, yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiyat itu, seraya
berkata, “Harta Abdurrahman bin Auf halal lagi bersih dan memakan harta itu
membawa keselamatan dan keberkahan.”
Keutamaannya sebagai seorang sahabat
yang masuk Islam pertama-tama, persaksian Rasullullah saw bahwa dia termasuk
salah satu di antara sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, kekayaan yang
disertai kedermawanan yang tiada tara dan tiga kali hijrah yang dia lakukan dan
banyaknya pertempuran bersama Rasulullah yang dia ikuti, tidaklah membuat dia
menyombongkan diri, bahkan dengan rendah diri.
Suatu hari, ketika dihidangkan
kepadanya makanan berbuka puasa, dan selera makannya timbul.Namun dia menangis
sambil berkata, “Mush’af bin ‘Umair telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang
jauh lebih baik dariku, sedang ia hanya mendapat kafan sehelai burdah, jika
ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan dua kakinya, dan jika ditutupkan ke
kedua kakinya, terbukalah kepalanya.” Katanya juga, “Hamzah jauh lebih baik
daripada diriku, iapun gugur sebagai syahid, dan ia disaat dikuburkan hanya
terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia
seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya.
Sungguh kami khawatir kalau telah didahulukan pahala kebaikan kami.”
Pada suatu hari yang lain, ketika para
sahabat menghadiri jamuan makan di rumahnya, iapun menangis. Seorang sahabat
bertanya, “Mengapa kau menangis, ya Abu Muhammad,..” Diapun berkata,
“Rasulullah saw wafat tidak pernah beliau dan keluarganya sampai kenyang makan
roti gandum, apa harapan kita jika dipanjangkan usia tetapi tidak menambah
kebaikan bagi kita.’
Dari sisi perjuangannya di jalan Allah,
Abdurrahman bin ‘Auf telah banyak sekali berjasa kepada Islam dan kaum muslimin
sejak permulaan dakwah, masa Madinah sampai akhir hayatnya. Di tubuhnya
terdapat dua puluh bekas luka pada perang Uhud dan salah satu dari bekas luka
itu menyebabkan dia pincang yang tidak sembuh-sembuh, dan beberapa giginya
rontok yang menyebabkan kecadelan dalam perkataannya.
Sewaktu Umar bin Al Khaththab hendak
meninggal, dia memilih enam orang untuk diangkat sebagai khalifah penggantinya. Enam
orang sahabat tersebut sepakat mengangkat Abdurrahman bin ‘Auf sebagai
khalifah. Namun dia berkata, “Demi Allah, daripada aku menerima jabatan itu,
lebih baik ambil pisau lalu taruh ke atas leherku kemudian kalian tusukkan
sehingga tembus ke sebelah.”
Demikianlah dia, sifat zuhudnya dan
tidak gila kekuasaan, menjadikan dia melepaskan haknya sebagai khalifah.
Setelah menyelesaikan tugasnya mengawal dan membela Islam sejak pertama kali,
Abdurrahman bin ‘Auf mengakhiri hidupnya pada tahun 32 hijriyah. Aisyah ra
memberinya kemuliaan dengan menyediakan kuburan di pekarangannya, dekat makam
Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar.
Namun pendidikan Islam yang sempurna
dari Rasulullah saw menjadikan dia merasa malu mendapat kemuliaan tersebut.
Maka dia menolak kemuliaan itu karena merasa malu dengan kedudukan itu, di
samping itu dia pernah berjanji dengan Utsman bin Madh’un, yaitu jika salah
seorang di antara mereka meninggal sesudah yang lain, hendaklah dikuburkan di
dekat sahabatnya.
Umar ra pernah berkata:
“Rasulullah saw wafat dalam keadaan ridha kepada mereka.” Rasulullah saw
pernah bersabda, “Abdurahman bin ‘Auf di dalam surga.”